
Mataram (ntbterkini.id)- Prof. Dr. H. Zainal Asikin, SH., SU., menyoroti kasus dugaan pelanggaran izin reklamasi di Kawasan Gili Gede, Sekotong, Kabupaten Lombok Barat (Lobar) yang kini tengah digarap aparat penegak hukum (APH) dalam hal ini, Kejaksaan Tinggi (Kejati) NTB.
Untuk diketahui bahwa sebelumnya, Kejati NTB telah memanggil dan memeriksa tiga eks pejabat Pemprov NTB. Diantaranya mantan Sekda NTB, Lalu Gita Aryadi, mantan Kepala DPMPTSP NTB, Muhammad Rum, dan mantan Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) NTB, Madani Mukarom.
Prof. Asikin menilai, persoalan izin reklamasi tidak akan dibidik kejaksaan jika tidak ada kecerobohan serta Pemprov NTB tetap memegang prinsip kehati-hatian, dalam hal pemberian rekomendasi atau izin untuk kepentingan reklamasi.
“Kita cukup terkejut adanya izin reklamasi di pesisir pantai. Dan lucunya lagi bahwa mantan Sekda mengeluarkan izin lokasi terhadap perencanaan Reklamasi. Yang jadi pertanyaan, apakah rekomendasi dan izin reklamasi menjadi ranah pemerintah daerah,” sindir dia, dalam poadcastnya, Minggu (12/10/2025) malam.
Ia menuturkan, pemberian rekomendasi serta sejumlah syarat untuk kepentingan penerbitan izin reklamasi sudah menjadi ranah kementerian. Terkecuali pemerintah pusat memberikan mandat resmi atau sebagai delegasi untuk menerbitkan izin reklamasi.
“Jadi, tidak bisa sekonyong-konyong izin itu keluar. Karena aktivitas reklamasi berkaitan dengan banyak hal, menyangkut lingkungan, menyangkut keselamatan pelayaran, menyangkut keberlangsungan ekosistem laut dan banyak lagi,” bebernya.
Ia juga menyentil pernyataan mantan Kepala DPMPTSP dan mantan Sekda NTB yang mengaku izin yang dikeluarkan merupakan izin lingkungan untuk pembangunan dermaga kecil (Jetty) atas dasar rekomendasi DLHK NTB, bukan izin reklamasi. Pernyataan itu sebagai sampel bahwa dinas terkait, tidak meneliti secara jeli, jenis serta peruntukan pembangunan yang akan dibangun perusahaan.
“Maka saya heran, kenapa begitu mudah pemerintah provinsi memberikan izin dan rekomendasi terhadap perusahaan yang akan melakukan reklamasi. Reklamasi untuk pelabuhan, perusahaan harus menunjukan punya nggak lahan di bibir pantai untuk direklamasi, sehingga gampang kapal cepat berlabuh,” timpalnya.
“Sudah nggak Pemprov NTB memastikan, perusahaan ini usahanya bergerak di bidang apa? Jangan-jangan alasan kejaksaan mengusut ini, karena terindikasi adanya unsur menyalahgunakan kewenangan, dan itu masuk tindak pidana korupsi,” tegasnya.
Ia mengingatkan kepada para pejabat daerah yang masih aktif untuk lebih berhati-hati dan lebih cerdas ke depannya, dalam menganalisa permohonan izin reklamasi. Jangan sampai setelah izin diterbitkan nantinya malah menjadi bumerang dikemudian hari.
“Harapan saya, para kepala dinas harus cerdas, jangan tolol menerbitkan izin reklamasi. Harus paham reklamasi itu untuk apa, dan kementerian mana yang mengurus. Karena reklamasi ini berbagai jenis. Ini yang Kita mendukung penuh Kejati untuk mendalami ini. Kok bisa ada reklamasi pulau-pulau kecil. Kalaupun ada rekomendasi mungkin salah, karena bukan ranah daerah,” tandasnya.(RED)